Nuansa matahari berkedipan. Cahayanya memberi sinar dan bayang. Seolah membayangiku tuk sekedar menyapamu sebagai saudara lewat ekspresi kata. Kau tentu tahu bahwa adalah sang pujangga, tugasnya tak lain melainkan peka dan melukiskannya lewat getar pena. Semoga tinta kali ini berbekas pada kita. Bismillah.
Dari Ibnu Umar, dia berkata, ‘Aku bersama Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam , lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam kepada beliau, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ Dia berkata lagi, ‘Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdik?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdik.’” (HR. Ibnu Majah)
>
Betapa jiwa bergetar membacanya. Perlahan berlambat lambat kulafalkan dalam sanubari bahwa ternyata saat ini kudapati diri ini bukanlah orang yang cerdik. Ini bukanlah ratapan komedi tanpa basi. Tapi sayatan kesedihan dari sang hati yang berminyak dan berbau kertas Koran. Jenuh sekali. Ingin menangis tapi tak bisa. Duh, celaka luar biasa bagi sang jiwa. Tak ingat ia ternyata dengan sebuah hari ketika semua dibangkitkan dengan berdiri menganga dibawah matahari menganga.
Mengapa lupa diri akan kematian? Mengapa tangis sulit berurai air mata? Mengapa oh mengapa? Adakah kiranya hati ini tengah galau? Duh, Celaka jiwa.
==000===000==
Ja’far bin Sulaiman berkata, “Tsabit mengadukan rasa sakit pada matanya karena banyak menangis, hingga hampir buta. Kemudian, keluarganya memanggil seorang dokter untuk mengobatinya. Sang dokter berkata, ‘Kalau kamu mau memenuhi permintaanku, saya jamin matamu sembuh.’ Tsabit bertanya, ‘Apa persyaratanmu?’ Dokter menjawab, ‘Jangan menangis!’ Tsabit berkomentar, ‘Tidak ada kebaikan selagi mata tidak menangis.’ Dia pun menolak untuk diobati.” (As-Siyar: 5/224).
Ingin sekali jiwa ini seperti mereka, yang begitu lunak hatinya. Seperti Abu bakr yang menangis dalam sholatnya atau seperti Ali Fudhail bin iyadh. Pernahkah kau dengar kisahnya? Diceritakan bahwa Ia adalah seoarang anak dari Fudhail bin Iyadh. Ia begitu lembut membaut relung hatinya. Bila mendengar lantunan Al Qur’an, maka bergetarlah jiwanya. Sang ayah pun ketika mengimami tiap sholat, selalu melihat kehadiran sang anak. Bila ia ada, maka dicarikan olehnya surat surat di Al Qur’an yang tak mengandung arti surge dan neraka. Karena Fudhail tahu bahwa anaknya paling tidak bisa untuk mendengarnya. Anaknya tentu akan menangis meringis. Hingga tibalah saat dramatis, dimana sang ayah ternyata tak melihat kehadiran anaknya, ‘Ali. Dibacakan oleh Fudhail ketika sholat itu surat Ath Thur. Kemudian histeris terdengar jeritan keras dari seorang lelaki dalam jemaah yang tak lain adalah Ali. Kemudian setelah menangis meronta ia pingsan. Beranjak dari sholat, jama’ah melihatnya ternyata ia telah wafat. Wajalah orang julukinya dengan Qotilul Qur’an.
Terbuat dari apa hati hati mereka? Mengapa jiwa ini sulit menirunya? Abu bakr yang menangis dalam sholatnya, ‘Ali yang meninggal karena mendengar bacaan Al Qur’an. Ulama ulama yang pingsan hanya karena melihat api, karena terbayang neraka olehnya.
Sungguh benar bahwa mata itu amat berkaitan dengan hati. Wajarlah kiranya mata tak berurai air mata. Sedang hati ini tengah sakit!
==0==00==0==
Syaikh As Sa’diy rahimahullahu mengatakan, “Salah satu puncak kelancangan dan kesesatan adalah tatkala seorang manusia mengetahui kebenaran, lantas meninggalkannya. Mereka berpaling dari kebenaran dengan maksud dan keinginan mereka. Maka Allah ta’ala akan semakin memalingkan hati mereka dari kebenaran, sebagai hukuman bagi mereka, atas kesesatan yang mereka pilih. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada mereka, karena mereka tidaklah pantas untuk menerima kebaikan, tidak pantas bagi mereka melainkan kebinasaan. (Taisir Karimirrahman, Cetakan Maktabah Ar Rusyd, hal. 758)
Sahabat, aku takut sekali. Aku benar benar takut, ketika celana ku tak lagi di atas mata kaki. ketika celana ini makin lama makin memanjang. Hingga menyapu jalan. Aku takut jika mata yang harusnya menangis malah kugunakan untuk menatap akhwat yang bukan mahram. Bahkan saat ini pun aku masih coba tuk melawannya. Sangat susah aku menjaga perkara yang satu ini sahabatku. Coba kau beritahu padaku, apa sajakah trik trik jitu, agar aku bisa seistiqomah dirimu. Aku takut sekali ketika aku berkhalwat untuk Robb ku, malah ku buat Robb ku cemburu karena aku berkhalwat dengan yang bukan mahramku. Aku takut, Al qur’an yang seharusnya selalu kubaca, tergantikan kedudukannya oleh komik manga, majalah dan Koran sempalan. Aku benar benar takut sahabatku, kalau aku termasuk yang divonis Alloh kedalam ayat cintaNya “Kami palingkan hati dan penglihatan mereka, sebagaimana pada awalnya mereka tidak beriman kepadanya (Al Quran), dan Kami biarkan mereka bimbang dalam kesesatan” (Al An’am : 110)
==000===000==
Sahabat, adalah hati bagaikan cermin. Ia akan memantulkan bentuk dan bayang. Bila cermin berkaca bersih dan halus, maka Cahaya Alloh akan tak menemukan penghalang untuk memasukinya. Wajar kiranya do’a diijibahNya. tetapi Mungkin kita masuk dalam orang kebanyakan. Cermin kita tertutup debu lumpur yang tebal. Atau bahkan cermin kita tak lagi berkaca. Karena sekian banyak maksiat telah kita anggap biasa.
Sebelum gurat pena ini berakhir Insya Alloh akan ku ajarakan kau sebait doa, ‘Allahumma anta Rabbi, laa ilaaha illa anta, khalaqtani wa ana ‘abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, abuu’u laka bi ni’matika ‘alayya, wa abuu’u laka bi dzanbi, faghfirlii, fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta, a’uudzu bika min syarri maa shana’tu’. Apabila seseorang membacanya di waktu sore kemudian mati maka dia akan masuk ke dalam surga. Dan apabila seseorang mengucapkannya di pagi hari kemudian mati pada hari itu maka dia juga seperti itu -akan masuk surga-.” (HR. Bukhari dalam Kitab ad-Da’awat, bab maa yaquulu idza ashbaha).
Allohu ta’ala selalu membuka pintu ampunan bagi hambaNya. Ia lah sang Maha penerima taubat. Aku berdoa kepadaNya semoga akau diberikan taufik untuk senantiasa bertaat, dan digantinya hati ini dengan hati yang khusyuk, lapang dan lembut. Doakanlah diriku dan kumohonkan pula darimu nasehat. Nasehatilah aku, sahabatku.
‘13April2011, jogjakarta'
sebait rindu yang bertunas
sejengkal lagi kematian akan menjemputku .
tak ada lagi yang berbekas, termungkinkan kecuali tulisan ini .
Alangkah bahagia diri jika kau mendo'akan diriku dalam ampunan ..
Akupun mendo'akan kita agar kita dapat bertemu kelak di jannah-Nya , bersama kita nikamati menatap wajah-Nya dan kelak kita jelang senyuman bidadari edisi spesial ..
Semoga kita dimudahkan ..
....:::sahabatmu yang berusaha hidup untuk Yang Menghidupkannya, dan yang berusaha mati hanya untuk Yang Mematikannya. Sahabamu yang berusaha untuk dengan Dia, Zat dari segala maha, ALLOHU TA'ALA :::....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar